A. PERKAWINAN
Perkawinan
adalah suatu penyatuan jiwa dan raga dua manusia berlawanan jenis dalam
suatu ikatan yang suci dan mulia di bawah lindungan hukum dan Tuhan
Yang Maha Esa.
Perkawinan
dalah suatu perkawinan sepasang mempelai yang dipertemukan secara
formal di hadapan penghulu/kepala agama, para sksi dan sejumlah hadirin
yang disahkan secara resmi sebagai suami isteri dengan upacara
ritual-ritual tertentu. Dimana bentuk proklamasi laki-laki dan wanita
bersifat dwi tunggal yakni saling memiliki satu sama lain.
1. Regulasi/pengaturan perkawinan
a. Umur
b. Seks
c. Upacara perkawinan
d. Pembayaran uang nikah
e. Hak dan kewajiban suami isteri
f. Pembagian harta
g. Perceraian
2. Tujuan regulasi
Bukan untuk menghalangi perkawinan tapi untuk menjamin perkawinan
a. Ditegakkannya kesejahteraan sosial
b. Mencegah perkawinan dengan keluarga dekat/incest
c. Untuk memperbaiki ras/keturunan
d. Mencegah perceraian yang sewenang-wenang
e. Menjamin kebahagiaan individu, kelestarian keluarga, kestabilan struktur masyarakat
Adanya
pergeseran standar dan norma seks menajdi hyper modern dan radikal
merupakan hal yang bertentangan dengan norma masyarakat, yang juga dapat
menimbulkan :
3. Alasan/motivasi perkawinan
a. Distimulis oleh dorongan-dorongan romantik
b. Hasrat untuk mendapatkan kemewahan hidup
c. Ambisi untuk mencapai status sosial tinggi
d. Keinginan untuk mendapatkan jaminan/asuransi hidup di masa tua
e. Keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan pasangannya
f. Hasrat untuk melepaskan diri dari belenggu atau kungkungan orang tua/keluarga
g. Dorongan cinta terhadap anak dan ingin mempunyai anak
h. Keinginan untuk mengabadikan nama leluhur
i. Malu kalau sampai disebut sebagai “perawan tua”
Adapun Kesulitan-kesulitan Dalam Penyesuaian Perkawinan:
- Persiapan yang terbatas untuk perkawinan
Walaupun
dalam kenyataan sekarang,penyesuaian seksual lebih mudah ketimbang pada
masa lalu, karena banyak informasi tentang seks yang tersedia baik di
rumah, di sekolah, di universitas dan di perguruan tinggi serta
tempat-tempat yang lain. kebanyakan pasangan suami isteri hanya menerima
sedikit persiapan di bidang keterampilan domestik, mengasuh anak, dan
manajemen umum.
b. Peran dalam perkawinan
Kecenderungan
terhadap perubahan peran dalam perkawinan bagi pria dan wanita, dan
konsep yang berbeda tentang peran ini yang dianut kelas osial dan
sekelompok religius yang berbeda membuat penyesuaian dalam perkawinan
semakin sulit sekarang daripada di masa lalu ketika peran masih begitu
ketat dianut.
- Kawin Muda
Perkawinan
dan kedudukan sebagai orang muda menyelesaikan pendidikan mereka dan
secara ekonomis independent membuat mereka tidak mempunyai kesempatan
untuk mempunyai pengalaman yang dipunyai oleh teman-teman yang tidak
kawin atau orang-orang yang telah mandiri sebelum kawin. Hal ini
mengakibatkan sikap iri hati dan menjadi halangan bagi penyesuaian
perkawinan.
- Konsep yang tidak realistis tentang perkawinan
Orang
dewasa yang bekerja di sekolah dan perguruan tinggi, dengan sedikit
atau tanpa pengalaman kerja,cenderung mempunyai konsep yang tidak
realistis tentang makna perkawinan berkenan dengan pekerjaan, deprivasi,
pembelanjaan uang atau perubahan dalam pola hidup. Pendekatan yang
tidak realistis ini menuju ke arah kesulitan penyesuaian yang serius
yang sering diakhiri dengan perceraian.
- Perkawinan Campur
Penyesuaian
terhadap kedudukan sebagai orang tua dan dengan para saudara dari pihak
isteri dan sebaliknya jauh lebih sulit dalam perkawinan antar agama
daripada bika kedua berasal dari latar belakang budaya yang sama.
- Pacaran yang dipersingkat
Periode
atau masa pacaran lebih singkat sekarang ketimbang masa dulu, dan
karena itu pasangan hanya punya sedikit waktu untuk memecahkan banyak
masalah tentang penyesuaian sebelum mereka melangsungkan perkawinan.
- Konsep Perkawinan yang Romantis
Banyak
orang dewasa yang mempunyai, konsep perkawinan yang romantis yang
berkembang pada masa remaja. Harapan yang berlebihan tentang tujuan dan
hasil perkawinan sering membawa kekecewaan yang menambah kesulitan
penyesuaian terhadap tugas dan tanggung jawab perkawinan.
- Kurangnya identitas
Apabila
wanita merasa bahwa kelompok sosial menganggap dirinya hanya sebagai
“ibu rumah tangga”, walaupun dia seorang wanita karir yang berhasil, ia
bisa saja kehilangan identitas diri sebagai individu yang sangat
dijunjung dan dinilai tinggi sebelum perkawinan.
Dalam
konsep psikologis, perkawinan digambarkan sebagai "dua pribadi yang
menyatu". Dua orang dengan pikiran, keinginan, latar belakang, dan
harapan berbeda-beda, memutuskan untuk bergabung dalam kehidupan
bersama.
Tentunya ini berpotensi menimbulkan stres, Apalagi dengan pasangan muda yang baru satu tahun menjalani bahtera perkawinan.
Menurut
Whiteman, Verghese, dan Petersen (1996) ada beberapa hal yang harus
dipahami pasangan suami-istri agar mereka dapat mengelola hubungan
mereka dengan baik, bahkan ketika mereka mengalami stres.
Perbedaan latar belakang
Istri
yang dibiasakan orangtuanya membuang sampah dan meletakkan barang pada
tempatnya tentu akan merasa terganggu dengan perilaku suami yang
sembarangan meletakkan pakaian kerjanya.
Suami
juga akan berharap istrinya tinggal di rumah dan memasak sendiri karena
ibunya dulu melakukan hal itu, sementara istri tetap ingin berkarier
karena ibunya dulu juga demikian.
Suami
lebih suka menonton film perang, sedangkan istri memilih memutar acara
sinetron di televisi. Istri lebih sering menjewer telinga anak sebagai
cara disiplin, sedangkan suami merasa lebih baik memberi nasihat dan
contoh.
Semua
perbedaan latar belakang ini merupakan hal-hal yang bisa menimbulkan
konflik dan pasangan harus membicarakan isu-isu tersebut dengan kepala
dingin dan berkompromi.
Perbedaan gaya atau sifat
Suami
mungkin suka mengorok, sedangkan istri jika bersin keras sekali. Kadang
kala setiap orang mempunyai kebiasaan yang membuat pasangan merasa
jijik atau sifat-sifat berlawanan, misalnya yang satu tertutup,
pasangannya mudah membuka diri. Suami pengalah, pasangannya suka
mengkritik.
Perbedaan
tersebut bukannya tak dapat diatasi, tetapi akan menyebabkan stres.
Belum lagi perbedaan jender yang merupakan hasil dibesarkan sebagai
seorang laki-laki atau perempuan selama ini.
Para suami dan istri perlu memahami gaya
dan sifat pasangannya serta belajar menerima. Adanya usaha mengubah
sifat pasangan justru akan menimbulkan perlawanan dari pasangan dan
tentunya dapat memperberat stres dalam hubungan mereka.
Perbedaan harapan/impian
Perbedaan harapan/impian
Apa
yang akan terjadi jika istri mendambakan tinggal di rumah mungil dengan
halaman luas, tetapi suami membeli apartemen di tengah kota?
Bagaimana bila suami memimpikan menjadi pelukis terkenal, tetapi
pasangannya ingin suami berkarier di perusahaan? Atau yang satu ingin
dapat berlibur ke pedalaman Irian, yang lain ingin ke Eropa?
Kita
menyimpan banyak energi mental dan emosional pada harapan kita, kita
harus bisa menyesuaikan satu sama lain, mencari titik temu dari
perbedaan harapan karena ini merupakan bagian konflik lain dalam
perkawinan.
Kekecewaan
Ketika kita menikah dan kemudian pasangan kita berubah, hal tersebut dapat menyenangkan, tetapi bisa juga mengecewakan kita.
Sebelum
menikah, pasangan hanya menampilkan sisi-sisi positifnya saja, tetapi
begitu pesta usai mereka kembali pada sisiaslinya. Ini semua dapat
menimbulkan kekecewaan bagi pasangan.
Dengan
makin menuanya seseorang, banyak suami-istri tak puas dengan kondisi
pasangan, yang mungkin mulai memutih rambutnya, makin menggemuk
badannya, sakit-sakitan. Sering kali pikiran yang dipengaruhi budaya
tentang kemudaan dan penampilan yang tetap oke semakin menambah
ketidakpuasan dan memperburuk hubungan perkawinan
Perebutan kuasa
Meskipun
sudah disepakati suami adalah kepala keluarga, perebutan kuasa bisa
terjadi. Misalnya, istri sering mencari upaya memengaruhi keputusan
suami, atau sebaliknya.
Perebutan
ini tidak selalu buruk bila pasangan melakukan pertukaran pendapat yang
berbeda secara adil dan tidak menimbulkan rasa kalah yang mendalam pada
pasangan. Apakah pertukaran yang terjadi sesuai atau tidak dengan
harapan pasangan, tetap ada potensi untuk munculnya stres. Hubungan
terbaik adalah bukannya tak ada konflik, tetapi bagaimana kita dapat
mengelola konflik secara baik.
0 komentar:
Posting Komentar